Rabu, 02 Februari 2011

Footnote Pagi

Perbincangan pagi itu cukup hangat. Berawal dari kegelisahan seorang ibu kepada anaknya, diskusi ini tampak keras namun tetap santun. “Nak, kamu boleh mengingini wanita yang terbaik menurut kamu…tapi kalo ibu boleh memberi saran, carilah perempuan yang menurutmu baik dimatamu. “Baik” bukan berarti yang terbaik…tapi “baik” akan menjadi baik (dalam arti wicara dan karsa) ketika kamu dapat menjaga kasih sayangmu kepada perempuan yang kamu cintai. Jika kamu mencari yang terbaik..suatu hari nanti kamu akan menemukan wanita yang jauh lebih baik lagi dari pada saat ini…”

Ibu memang benar. “Baik” akan tetap menjadi baik jika kita mampu menjaganya dengan niat baik dan tulus. Dan proses mencari kebaikan dalam diri seorang perempuan tidak mudah, namun juga tidak sulit jika kita selalu menyandarkan segala hal pada waktu dan tempat yang semestinya. Bu.. aku merasa “memilih” dan “mencari” itu memang berbeda. Aku baru tahu mencari itu tidak akan pernah sampai kepada sebuah pilihan jika kita tidak berani untuk berkorban dan gagal untuk sebuah pilihan. Dan ibu benar bahwa kebahagian itu hanya perlu mengoptimalkan segala hal yang datang dalam setiap keseharian kita serta menjadikan itu saat-saat paling indah untuk kita nikmati.

Bu, bolehkah aku analogikan perempuan itu ibarat monyet yang hidup di hutan yang lebat? Monyet akan selalu bergantung kepada satu dahan pohon untuk menyandarkan hidupnya. Monyet tidak akan beranjak dari dahan pohon yang lama, sebelum ia menemukan dahan pohon yang baru. Tahukan ibu tentang itu? Tahukah ibu bahwa kaummu pun juga ikut mencari ketika mereka sudah sampai pada sebuah pilihan? Mereka akan merasa terlihat bodoh di mata laki-laki jika hanya memilih dahan pohon untuk tempat bersandar dan menemukan rasa aman untuk hidup. Bu…mereka akan terus mencari…mencari dahan-dahan pohon yang baru ketika dahan yang lama hanya memberikan nikmat yang singkat. Mereka akan terus mencari sampai pencarian itu tiba pada pohon yang rindang dan lebat.

Bu, setiap diri akan selalu mencari yang terbaik dalam segala hal. Walau itu salah, mereka akan melupakan hal terindah untuk mendapatkan yang paling indah. Ini bukan sekedar pemikiran dan argumen ibu pada masa lampau. Ini bukan penyederhanan berpikir dan berlaku tentang kebudayaan kita yang memperlakukan kepasrahan sebagai topeng untuk menemukan kebahagiaan. Ini adalah proses pencarian kebahagiaan yang ditemukan dengan cara-cara yang sinis. Untuk menjadikan manusiawi, kita tidak cukup hanya punya kebahagiaan, penderitaan, dan pengharapan bu…Untuk itulah kenapa mereka mencari lalu memilih, atau sebaliknya…

Bu, tahukah Ibu tentang memilih dan mencari?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar