“bengawan Solo, riwayatmu kini…sedari dulu jadi perhatian insani…Musim Kemarau tak seberapa airmu…di musim hujan air meluap sampai jauh…”
Pencipta Lagu Keroncong Bengawan Solo itu pun telah pergi. Gesang menutup usia pada umur 90 tahun. Seniman keroncong ini pun meninggalkan duka dikalangan pemujanya. Betapa tidak, lagu-lagi keroncong sepanjang masa kini tidak akan lagi terlahirkan dari intuisinya. Gesang memang terkenal pandai dalam mengekspresikan intuisinya dalam lirik lagu. Lagu keroncong seperti Bengawan Solo dan Jembatan Merah adalah cerminan kegundahan hatinya dalam melihat realitas lingkungan disekitarnya.
Kini, riwayat bengawan Solo tidak seindah syairnya. Bengawan Solo kini menjadi hantu yang menakutkan bagi penduduk desa yang dilaluinya. Banjir yang meluap membawa bencana dan nestapa bagi masyarakat. Sampah yang berserakan di riak aliran sungai serta pekatnya air sungai menambah suram citra Bengawan Solo. Bengawan Solo hanya indah saat kita mendengarkannya dari alunan lagunya. Sebatas itu, orang-orang tidak lagi menginginkan Bengawan Solo kembali menjadi mata air bagi para petani. Orang-orang kini tidak peduli lagi Bengawan Solo menjadi sarana utama kegiatan perniagaan antar wilayah. Lihatlah keadaan Bengawan Solo sekang. Jauh dari keindahan syair lagunya. Ulah manusia yang tidak bertanggung jawab telah mencemari sungai ini tanpa memperhatikan fungsi sungai bagi orang banyak.
Barangkali mangkatnya Gesang akan semakin mematikan nurani manusia untuk menjaga Bengawan Solo agar lebih lestari. Jangan harap banjir yang datang tiap tahun akan berhenti jika kesadaran kita sebagai manusia tidak ikut diubah. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi untuk memfungsikan kembali Bengawan Solo, baik dalam hal rehabilitasi sungai sampai proses rekonstruksinya.
Setali tiga uang dengan bengawan Solo, jembatan merah juga mengalami perlakuan yang sama. Minimnya komitmen pemerintah kota dalam melestarikan jembaran merah sebagai situs sejarah sekaligus simbol perjuangan rakyat menjadi proses kemunduran bangsa ini untuk menghargai budaya dan sejarahnya. Bisa jadi, banyaknya pencurian budaya dan ragam kesenian daerah lainnya oleh negeri tetangga secara tidak langsung karena ulah kita juga.
Hal ini mejadi pelajaran penting untuk kita semua, bahwa keberadaan dan eksistensi Bengawan Solo, termasuk budaya daerah kita akan tetap lestari dan terjaga jika kita merasa memilikinya. Sikap menjaga dan melestarikan itu harus ditumbuhkan kembali melalui media apa saja. Gesang telah memberikan pelajaran kepada kita untuk mencintai Bengawan Solo dapat diletupkan melului gubahan lagu. Beliau menantikan sikap kita untuk Eksistensi Bengawan Solo. Jangan sampai Bengawan Solo dan Jembatan Merah nantinya hanya akan menjadi riwayat dan mengalir jauh meninggalkan kita karena ulah manusia itu sendiri. Gesang terus mengngatkan kita pentingnya Bengawan Solo untuk kita semua melalui syair lagunya. Lirik itu akan mengalun sepanjang masa sampai sungai Bengawan Solo hilang ditelan bumi. Lalu apa kontribusi kita untuk menjaga keberadaan Bengawan Solo? Silahkan memikirkan dan mengimplementasikannya. Selamat berjuang..Selamat jalan Mbah Gesang...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar